Adalah
siswa saya Rima Faiqoh Agustine yang memenangi Juara 2 Tingkat Nasional Lomba
Blog Remaja di Gramedia dan Kompas tahun 2008 lalu. Ia pun juga memenangi lomba
bidang yang sama tingkat Provinsi Jawa Timur saat Olimpiade Madrasah tahun
2009. Waktu itu juara pertamanya adalah Sarjana S1 dan Juara ketiganya
Mahasiswa D3 Arsitektur. Padahal siswa saya masih duduk di MA (setingkat SMA)
kelas 1. Karena prestasi dan sertifikat perolehannya ia diterima tanpa tes
(jalur undangan) di ITS Surabaya jurusan yang pas yaitu Teknik Informatika.
Memang aneh dan membanggakan untuk ukuran ‘sekolah udik’ macam kami.
Hal yang sama juga terjadi pada siswa saya Ilham Ubaidillah. Saat lomba desain majalah sekolah tingkat provinsi terpaksa karya siswa ini tidak diakui karena dianggap tidak wajar (Diduga bukan karya sendiri padahal dia memang jago di bidang itu). Karyanya terlalu bagus dan mendekati profesional untuk karya seukuran anak kelas 1 setingkat SMA. Selanjutnya ada lomba desain presentasi media pembelajaran di Kemenang tingkat nasional untuk guru. Sebagai gebrakan sebagaimana di Depdiknas, saya menyertakannya karena karyanya bagus sekali. (Penulis sudah tidak boleh ikut lagi karena sudah pernah memenangi Juara 1) Dia tidak menang karena event lomba itu untuk guru. Namun dia tetap memperoleh piagam penghargaan keikutsertaan.
Untuk lomba yang
sama di level kabupaten Juara 1-nya disapu bersih olehnya. Padahal pesaing dari
sekolah lain yang memiliki jurusan multimedia malah tidak bisa berbicara banyak
di event ini. Karena prestasinya tersebut ia diterima tanpa tes (jalur
undangan) di Unibraw Malang untuk jurusan Teknik Informatika.
Prestasi siswa
yang luar biasa tersebut sangat membanggakan bagi saya. Sebagai guru pembinanya
yang juga sering malang melintang dalam lomba nasional (meskipun banyak
kalahnya daripada menangnya), pengalaman tersebut saya motivasikan para siswa.
Beberapa di antara mereka merasa ‘terbakar’ jiwanya untuk mengikuti jejak saya.
Jadilah mereka maniac-maniac komputer yang akhirnya saya wadahi dalam
ekstrakurikuler “desain multimedia”
Permasalahannya
adakah yang salah dalam langkah saya saya? Dalam blog ini (guraru.org)
bertebaran artikel yang mengulas topik bagaimana menjuarakan siswa. Pak Isna
Puryanta mengingatkan bahwa kita memang harus berhati-hati dalam memotivasi.
Bila tidak sesuai dengan kondisi dan kemampuan justru tidak berarti apa-apa. Pernyataan
ini memang terbukti. Banyak di antara siswa saya berputus asa dan akhirnya
berpindah ke ekstrakurikuler lainnya. Dalam hal ini pun saya tidak mencegahnya.
Saya berpikir “meski sama kuningnya, saya tidak mungkin bisa mengasah batubata
menjadi emas”.
Dalam hal ini premis hubungan harapan
dan prestasi oleh Robert Rosenthal, pakar pendidikan dari Universitas
Harvard Amerika
Serikat (dalam artikel
Mas Okky Fajar Trimaryana) tidak bisa saya buktikan secara menyeluruh. Justru
mereka yang memang maniac mampu melesat sangat jauh melampaui harapan saya.
Ibarat guru silat yang punya 50 jurus saja ketika semua jurus sudah habis, maka saya minta mereka belajar pada guru silat
yang tak terhingga, yaitu internet. Padahal himbauan dan usaha menjuarakan
mereka sudah saya laksanakan mulai mengidentifikasi potensi, membangkitkan
potensi diri, pembinaan intensif, hingga aktualisasinya secara maksimal sudah
dilakukan.
Karena itu
jangan terlalu berharap banyak pada siswa agar memiliki potensi tertentu.
Mungkin mereka punya potensi lain yang akan dapat dikembangkan oleh guru
lainnya. Hal ini sebagaimana prinsip Kecerdasan Majemuk.
Assalamualaikum.
BalasHapusPak ini mahasiswa UT Bojonegoro
tolong pak saya dikirimi cara membuat blog seperti milik panjenengan.