1. Pengantar
Karya sastra sering dinyatakan sebagai salah satu bentuk filsafat. Hal ini didasarkan atas pendapat bahwa karya sastra memiliki ide-ide yang dibungkus oleh struktur. Karena berisi filsafat maka karya sastra itu juga berisi ide-ide yang dapat menuntun manusia ke arah yang baik. Di samping itu, karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah filsafat serta mencerminkan bentuk pemikiran jamannya. Untuk itu perlu dilakukan kajian hubungan karya sastra dan filsafatnya dengan cara mengetahui filsafat yang dirumuskan pengarang dan kejelasan serta sistematisasi filsafat itu (Wellek dan Warren, 1962:110-114).
Filsafat itu sendiri banyak definisinya. Intisarinya adalah berpikir menurut tatatertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma / agama), dan dengan sangat dalam sehingga sampai pada dasar persoalan (Nasution, 1987:3).
Ternyata Filsafat dalam ”Serat Ngabdul Jalil” (selanjutnya disingkat ”SNJ”) tidak memenuhi kriteria itu. ”SNJ” berisi bentuk-bentuk pemikiran yang terikat, terutama pada agama tertentu. Menurut Nasution, filsafat yang bentuknya seperti itu disebut filsafat agama, dan filsafat agama menurut The Liang Gie termasuk dalam filsafat khusus. Lebih lanjut Nasution menjelaskan bahwa filsafat agama dapat mengambil dua bentuk pemikiran. Kedua bentuk pemikiran tersebut adalah : a) membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama, dan tidak bertujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama. Bentuk pemikiran ini mencoba memahami dasar-dasar agama menurut logika. Jadi, kebenaran bukan ditentukan oleh wahyu melainkan oleh akal; b) membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran-ajaran agama atau sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa yang diajarkan agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.
Bentuk pemikiran yang diterapkan oleh penulis naskah ”SNJ” adalah bentuk pemikiran yang (b). Dalam hal ini penulis naskah membenarkan semua ajaran agama, yaitu agama Islam. Penulis naskah ini mengambil langkah bukan menyampaikan ayat-ayat Al Quran maupun Hadits secara langsung, melainkan membahasnya dalam bahasa Jawa. Ajaran-ajaran yang disampaikan oleh penulis naskah mempunyai tujuan akhir mendekatkan diri dan mengabdikan diri pada Tuhan. Hal ini tersirat dari pengertia judul naskah ini.
Judul naskah ini ”Serat Ngabdul Jalil”. Hal ini dapat diartikan pula bahwa ”serat” adalah naskah lama (Jawa klasik) yang isinya adalah ajaran-ajaran : ’abdul’ atau ’abd’ dari bahasa Arab artinya ’abdi’ atau ’hamba’; sedangkan ’jalil’ atau ’jalal’ adalah salah satu nama Allah yang berarti Maha Berkebesaran, Mahaluhur, dan Maha Sempurna dalam segala sifat-sifat-Nya. Jadi, ”Serat Ngabdul Jalil” juga berarti naskah lama (Jawa klasik) yang berisi ajaran-ajaran agar dapat menjadi abdi / hamba Allah yang Maha Berkebesaran, Mahaluhur, dan Maha Sempurna dalam segala Sifat-sifat-Nya.
Menurut Nasution (1987:56) ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam dapat berada sedekat-dekatnya dengan Allah SWT disebut tasawuf. Sementara itu, As Salawy berpendapat (1986:26), tasawuf itu meliputi ajaran-ajaran : a) metafisika, b) etika, c) psikologi, dan d) estetika.
Akhirnya untuk mengetahui unsur-unsur tasawuf dalam ”SNJ” kajiannya dibatasi berdasarkan pendapat As Salawy di atas.
Sebenarnya pengertian tasawuf banyak sekali berdasarkan orang-orang yang memberikan definisi. Ibnu Khaldun memberikan batasan sebagai berikut.
Tashawuf itu adalah semacam ilmu syareat yang timbul kemudian didalam agama, asalnya ialah bertekun beribadat dan memutuskan pertaliannya dengan segala selain Allah, hanya menghadap Allah semata, menolak hiasan-hiasan dunia serta membenci perkara-perkara yang selalu memperdaya orang banyak, kelezatan harta benda dan kemegahan, dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam halwat dan ibadat.
Dalam hal lain, Hamka menyatakan definisi bahwa tasawuf adalah membersihkan jiwa dari pengaruh benda atau alam supaya dia mudah menuju kepada Tuhan. Adapun Nasution menyatakan bahwa tasawuf adalah ilmu pengetehuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang Islam dapat berada sedekat-dekatnya dengan Allah swt. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah ilmu pengetahuan, caranya dengan bertekun ibadah dan pembersihan jiwa.
Yang menjadi sumber tasawuf adalah Al-Quran da hadist. Banyak ayat-ayat Al-Quran dan hadist yang menguatkan adanya tasawuf. Karena itu ada yang menyatakan bahwa tasawuf merupakan salah satu cabang kajian agama Islam. Adapun ayat-ayat tersebut antara lain :
”Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imron : 13). ”Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” (Al-Ahzab : 24).
”Dari Abi Hurairah beliau berkata : Rasulullah saw. Bersabda : berfirman Allah Maha Mulia dan Maha Agung. Aku adalah menurut persangkaaan hamba-Ku pada diri-Ku dan aku besertanya di kala ia menyebut asma-Ku. Apabila ia menyebut-Ku pada dirinya secara sirri, maka akupun menyebutnya dengan pahala dan rahmat secara rahasia. Andaikata ia menyebut-Ku pada suatu perkumpulan maka Aku pun akan menyebutnya pada suatu perkumpulan yang lebih baik. Dan andaikata ia mendekat pada-Ku satu elo, maka aku dekati ia sehasta. Dan jika ia datang pada-Ku dengan berjalan maka Aku akan datang padamu dengan cepat-cepat ( H.R. Muslim ).
Demikian pula yang terjadi dalam ”SNJ”. Ajaran-ajarannya umumnya bertolak dari dasar Al-Quran dan Hadist. Banyak sekali uraian yang dinyatakan oleh ’penulis’ yang menunjukkan ungkapan-ungkapan dan perilaku hidup bertasawuf. Adapun ajaran-ajarannya itu diuraikan berikut ini.
A. Ajaran Metafisika Metafisika berasal dari bahasa Yunani yaitu ’meta’ berarti ’sesudah’, ’di luar’ atau ’selain’, dan ’phisica’ berarti ’alam nyata’ atau ’alam maujud’. Jadi, metafisika berarti hal-hal yang di luar alam dunia (maa-ba’da thobiah) , atau sesuatu yang ada di alam supernatural.
Dalam tasawuf, ajaran metafisika adalah percaya terhadap sesuatu yang gaib dan . selalu berhubungan dengan keimanan. Dengan mengingat hal-hal yang supernatural misalnya Tuhan, Malaikat, Surga, Neraka, dan lain=lain akan bertambah mudah serta ringanlah orang Islam menjalani kehidupan religi untuk beribadah dan mendekat kepada Tuhan. Dengan mengingat kekuasaan Tuhan akan mengetahui kebesaran-Nya, dengan mengingat surga akan tertarik untuk mencapainya, dan dengan mengingat siksa neraka akan menjadikan manusia takut terjerumus ke dalamnya. Karena itu tiada jalan lain yang terbaik kecuali melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Dalam ”SNJ” hal-hal yang supernatural antara lain : Tuhan , Alam akhirat, setan, jin, iblis, hantu, ’mamang’, sukma, nyawa, dan guna-guna, serta sihir.
Tuhan memiliki nama yang banyak. Tuhan juga bernama Yang Agung artinya Yang Besar (1.3) , Yang Manon (1.5) Yang menguasai manon (jiwa), Pangeran (1.13) artinya tempat untuk bergantung, Kang Maha Mulya (1.13) artinya Yang Mahamulia, Allah (1.17) artinya Tuhan/ Allah, Widi (1.21) artinya juga Tuhan, Yang Sukma, Gusti (23) artinya Yang memiliki hati baik, Allah Maha Gung (1.71) artinya Allah Yang Mahabesar, Pangeran Maha Gung (2.5) artinya Tuhan Mahasuci, dan lain-lain. Nama-nama itu menunjukkan kebesaran-Nya. Tuhanlah yang Maha segala-galanya, Dialah Tuhan, Dialah raja, Dialah Yang Menguasai Jiwa/ Sukma, dan lain-lain.
Kekuasaan Tuhan meliputi dunia dan akhirat. Dialah yang memberi rahmat dan kemuliaan sekaligus memberi siksa baik di dunia dan akhirat (13-1.5). Dia tidak tidak terlihat oleh kedua belah mata (1.22). Dia hanya satu dan kekal serta pencipta langit dan bumi (3.26). Kekuasaan-Nya yang mutlak digambarkan dalam metafora hubungan dalang dan wayang, serta hubungan Prabu Wisesa dan rakyatnya. Dalam hal ini makhluk dilukiskan tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun. Segala sesuatu ada di dalam kekuasaan-Nya termasuk menentukan tindakan, ucapan, serta perjalanan hidup makhluk,. Jadi hanya Tuhannlah Yang Mutlak.
Kemutlakan Tuhan juga ditunjukkan oleh sifat-sifatnya. Sifat yang wajib diketahui oleh manusia (orang Islam) berjumlah dua puluh. Sifat-sifat itu adalah : 1) wujud berarti ada (6.1), Kidam berarti dahulu yang tidak didahului oleh manusia makhluk (6.2), Baqa artinya kekal (6.3), makalapah lalkawadisi berarti Allah berbeda dari segala sesuatu yang baru (6.4), Kiyamuhu binafsihi berarti Allah itu berkuasa atas segala sesuatu menurut Kehendak-Nya (6.5), Wahdaniyat berarti Allah hanya satu dan tidak berbilang (6.6), Iradat berarti Allah berkuasa membuat segala sesuatu tanpa ada yang memaksa (6.7), Ilmu berarti Allah Maha Mengetahui dan tidak mungkin Tuhan bodoh (6.8), Hayat berati Allah itu hidup dan tidak mungkin Allah itu (bisa) mati meskipun tanpa nyawa (6.8), Samak berarti Allah Maha Mendengar dan tidak tuli meskipun tanpa telinga (6.9), Basar berarti Allah Maha Melihat dan tidak buta meskipun tanpa mata (6.10), Kalam berarti Allah Maha Berbicara dan tidak mungkin bisu (6.11), Kadiran berarti Allah berkuasa membuat alam beserta isinya dan tidak mungkin sial (6.11), Muridan berarti Allah yang memiliki ide membuat alam beserta isinya dan tidak mungkin diminta oleh yang lain (6.12), Aliman berarti Allah itu Maha Mengetahui lahir dan batin (6.13), Hayan berarti Allah itu hidup dan tidak mati meskipun tanpa nyawa (6.14), Samian berarti Allah Maha Mendengar` dan tidak tuli (6.14-15), Basiran berarti Allah Maha Melihat dan tidak buta meskipun tanpa mata (6.15), Mutakaliman berarti Allah itu berbicara meskipun tanpa lisan maupun tulisan dan Allah itu tidak mungkin bisu (6.16).
Ajaran metafisika tentang Tuhan dalam ”SNJ” nampak selaki bertolak dari dogma-dogma yang ada dalam agama Islam. Kebenaran yang diberikan adalah kebenaran yang taklid. Kebenaran itu menyatakan bahwabapa yang terdapat dalam dogma-dogma yaitu ayat-ayat Tuhan selalu benar. Tuhan tidak mungkin salah karena diakui bahwa Tuhan Mahabenar. Manusia tidak perlu berfikir lagi tentang Zat Tuhan karena manusia tidak akan mampu. Berfilsafat tentang Tuhan apabila keliru dapat terjerumus ke dalam
Banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan kebenaran dan kemutlakan Kekuasaan-Nya. Hal ini dinyatakan terutama dalam nama-nama-Nya Yangagung. Manusia hanyalah sesuatuyang tidak berdaya di bawah kosmos yang diciptakan-Nya. Tuhan tetap jadi misteri yang tak terhingga. Tuhan nampak ’transendent’ artinya manusia dengat sangat tidak sempurna menangkap kesempurnaan-Nya. Karena itu manusia menyatakan Dia adalah Pribadi Yang Maha Sempurna. Tuhan bersifat ’infinit’ atau tidak terbatas.
Ajaran yang berhubungan dengan supernatural adalah keberadaan alam akhirat. Alam akhirat itu bersifat gaib bukan bersifat lahir (dzahir) seperti alam dunia. Alam akhirat meliputi surga dan neraka. Kedua tempat itu disediakan oleh Tuhan untuk manusia sebagai balasan amal perbuatan mereka ketika hidup di alam dunia. Surga disediakan oleh Tuhan untuk manusia yang memiliki amal perbuatan baik di dunia, sedangkan neraka disediakan untuk manusia yang memiliki amal perbuatan yang buruk. (12.11-12). Neraka adalah tempat hukuman berupa api (1.62) untuk setan (13.8) serta orang alim yang tidak mufakat dengan ilmunya serta orang munafik (14.14) juga orang-orang kafir (13.15).
Yang diuraikan penulis di atas juga bertolak dari dogma-dogma agama Islam. Hal ini terlihat dari ayat-ayat Al-Quran berikut ini.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, itulah keberuntungan yang besar“ (Al-Buruj : 11).
"Ya, barangsiapa mengerjakan kejahatan dan telah meliputi kesalahan itu, maka mereka itu penhuni neraka, sedangkan mereka kekal di dalamnya“ (Al-Baqarah : 11).
"Tetapi mereka mendustakan hari kiamat, dan kami sediakan api yang menyala-nyala untuk orang yangmendustakan hari kiamat itu“ (Al-Furqon : 11). Di samping itu banyak sekali ayat-ayat selain di atas yang berhubungan dengan masalah surga dan neraka yang diuraaikan oleh penulis naskah.
Makhluk-makhluk supernatural yang disebutkan dalam ”SNJ” adalah setan, jin (13.27), iblis (7.16), ’mamang’ (10.14) yang merupakan makhluk supernatural yang jahat. Di samping itu disebutkan pula sukma, nyawa (11.7) yang merupakan esensi penting untuk kehidupan makhluk (manusia) dan guna-guna, serta sihir adalah kekuatan yang bersifat destruktif yang dapat diadakan oleh manusia dengan tujuan jahat. Hanya itu yang dinyatakan oleh penulis.
Di dalam Al-Quran dijelaskan antara lain bahwa setan itu musuh Adam (manusia) karena membisikkan pikiran jahat menyesatkan manusia dengan janji-janjinya, dan mengalangi manusia untuk berbuat kebajikan. Dijelaskan pula bahwa setan dikutuk oleh Tuhan karena keangkuhannya, diciptakan dari api, diusir dari surga dan diberi kesempatan oleh Tuhan sampai pada masa yang ditentukan untuk disiksa di ’ dalam neraka.Sedangkan iblis adalah setn yang pertama, tindakannya seperti setan yang telah diuraikan dia atas. Diapun akan mendapat siksa yang paling berat karena sumber malapetaka. Jin adalah makhluk supranatural yang juga memiliki sifat-sifat hanpir sama dengan setan, namun diantara mereka ada yang bertakwa kepada Tuhan dan menyatakan Islam. Adapun ’ mamang ’ tidak dikenal dalam Al-Qur’an melainkan hanya dikenal dalam folklore sebagai nama sejenis hantu yang menyala seperti api.
Sukma atau nyawa artinya sama dengan ruh. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa ruh adalah esensi manusia. Apabila manusia meninggal ruhnya akan kembali kepada Tuhan. Dinyatakan pula bahwa ruh termasuk kekuasaan Tuhan, ruh juga berarti malaikat, ruh dapat berangsur-angsur dewasa sesuai dengan perkembangan jasmani, dan ruh dapat masuk ke dalam.
Dalam Al Quran terdapat pula ayat-ayat yang menyatakan keburukan-keburukan sihir (mantera) . Perbuatan sihir tidak dibenarkan karena berasal dari ajaran setan (Al-Baqarah : 102).
B. Ajaran Etika Bakry menyatakan bahwa etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal pikiran ( As Salawy, 1986 : 28) . Dalam hal ini tolok ukur etika adalah akal manusia. Tetapi Drijakara (1978 : 40) menyatakan bahwa dasar dan tujuan etika adalah Ketuhanan, karena tanpa Ketuhanan tidak mungkin ada etika yang berkembang betul-betul. Di samping itu, Tuhan telah menyatakan firman-firman-Nya. Firman-firman itu bila sudah menjadi persepsi manusia akan selalu muncul dalam suara batin manusia. Karena firman-firman itu, manusia menyadari adanya simpulan perintah (imperatif kategoris) yang wajib harus dijalani. Kesadaran terhadap wajib itulah yang menjadikan manusia mau bersusila atau tidak. Dalam hal ini manusia dapat memilih ’ menjalani ’ atau ’memperoleh keburukan’ ,’bahagia’ atau ’sengsara’ , dan ’melawan Tuhan’ atau ’mematuhi-Nya’).
Ajaran etika dan tasawuf sangat erat sekali . Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Al Kattani bahwa tasawuf adalah budi pekerti ; barangsiapa yang menyiapkan bekal dirimu dalam tasawuf (As Salawy, 1986:33) . Jadi , dapat dinyatakan di sini dengan menjalani budi pekerti (yang baik) manusia sudah memiliki bakal dalam tasawuf.
Yang menjadi tolok ukur baik buruk dalam tasawuf bukan akal manusia atau nilai masyarakat melainkan hukum syarak. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Al Ghazali berikut ini.
Adapun budi pekerti yang baik itu dapat dicapai dengan cara menghilangkan semua adat dan kebiasaan buruk, yang telah diperkenalkan dengan jelas satu persatunya oleh syarat, dan menjauhkannya dengan membencinya , sebagaimana seorang menjauhkan dirinya dari segala macam barang yang kotor , di samping ia berusaha dengan sungguh-sungguh membiasakan adat kebiasaan yang baik, sehingga memberi bekas kepada jiwanya dan kemudian barulah ia merasakan nikmat dan kesenangan daripada daripada hasil usahanya itu).
Selanjutnya Imam Sughrowardi ( salah seorang tokoh sufi ) menyatakan pula sebagai berikut.
’’Memperbaiki budi pekerti itu tak akan tercapai kecuali setelah membersihkan jiwa. Sedangkan cara untuk membersihkan jiwa adalah tunduk ( patuh ) terhadap tatacara ( ketentuan syarak ’’ 53 ) .
Adapun yang dimaksud syarak adalah syariat, dan syariat itu adalah aturan-aturan atau undang-undang ( sesuatu yang telah dibuat undang-undang) oleh Allah buat hambanya baik berupa peraturan atau hukum. Hukum itu meliputi soal-soal wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah. Jadi , hukum syarak itu berhubungan perintah-perintah dan larangan-larangan agama, termasuk di dalamnya amalan-amalan lahir seperti shalat, puasa, zakat, haji, jihad fisabillah, hukum-hukum ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain 54 ).
Dalam ’’SNJ’’ banyak sekali ajaran-ajaran etika yang disampaikan. Ajaran-ajaran itu berdasarkan urutan penyampaian penulis naskah sebagai berikut.
1). Sasaran sopan santun
Sasaran sopan dinyatakan dalam ”SNJ” sebagai berikut.
ngajinya tata lan titi ,kelawan hing tata krama ,handhap hasor hing tanduka ,marang wong tuwa kaliyan ,hing bapa lan biyang ,kaping tiga lawan guru ,kaping patte maratuwa . (1.2) Sasaran sopan santun pertama tidak diebutkan . Sasaran sopan santun kedua adalah orang tua, ketiga adalah guru, dan keempat adalah mertua . Mengapa demikian ? Penukis naskah hanya menjawab karena orang tualah yang sangat berjasa kepada anaknya. Lalu sasaran sopan santun pertama kemana ?
Dalam hal ini penulis naskah tidak menjawabnya secara langsung dan eksplisit. Tetapi bila meluhat judul naskah ini dan judul itu merupakan cermin apa yang dijelaskan dalam naskah , maka sasaran sopan santun pertama adalah Allah atau Tuhan.
2).Tatakrama Mencari Ilmu
Tatakrama mencari ilmu itu meliputi : 1) mengabdi guru yang menuju akhirat, 2) menuruti perintah guru yang sesuai dengan syarak, 3) jangan mencela guru, 4) jangan mengabaikan guru justru perhatikanlah dengan sungguh-sungguh, 5) jangan merintangi guru tetapi utamakan dia, 6) bertanyalah dengan halus bila ada masalah yang belum jelas, 7) hendaklah sering mengurangi makan supaya hati terang dan lekas mengerti. (1.27-1.33).
3). Syariat
Syariat adalah perabot yang diperlukan oleh orang yang berjalan menuju Allah, yang meliputi : 1) syahadat, 2) shalat, 3) zakat, 4) puasa, 5) naik haji, 6) mencari yang halal dengan pedoman syarak, dan 7) mencari kawan yang baik. Dalam menjalani syariat ini, seseorang harus mencegah segala perbuatan maksiat, misalnya : mencuri, menyamun,mabuk, menipu,berzina, berjudi, dan bergunjing (1.42-1.50).
4). Tarekat
Tarekat adalah jalan orang menuju Allah. Jalan itu meliputi : 1) bertobat, yaitu bertobat kepada Allah dengan cara istigfar, dan bertobat kepada sesama manusia dengan cara meminta maaf atau mengganti kerugian bila memang merugikan orang lain; 2) bertapa, artinya mengabaikan keduniawian dan hanya mengharap sekedarnya sebagai bekal ibadah; 3) hati kunanah, artinya menerima nikmat Allah apa adanya tanpa menuntut; 4) tawakal, artinya pasrah kepada Tuhan seperti mayat; 5) hati sabar, artinya menjaga hati agar tidak bersedih dalam berbakti kepada Allah; 6) hati syukur, artinya mengetahui bahwa segala nikmat itu datang dari Allah, karena itu harus bersyukur; dan 7) hati ikhlas, artinya segala amal perbuatan hendaknya diniatkan untuk berbakti kepada Allah saja, bukan berniat ingin mencapai surga atau takut neraka serta mencari harta (1.51-1.62).
Agar cepat sampai jalannya kepada Allah, seseorang harus mencegah tujuh bab. Ketujuh bab itu adalah : 1) sifat ujub, artinya menyombongkan diri bahwa segala nikmat bukan karena Allah tetapi karena usahanya sendiri; 2) mencegah riya, riya ialah berusaha agar ibadahnya dipuji orang lain. 3) mencegah takabur. Takabur ialah menganggap diri sendiri paling unggul dari sesamanya. 4) Mencegah sumah. Sumah ialah berharap agar orang lain mendengar amal perbuatan yang dilakukannya. 5) Mencegah tamak. Tamak ialah sangat berambisi dalam mencari harta. 6) Mencegah bakhil. Bakhil ialah sifat kikir. 7) Mencegah hasud. Hasud ialah tidak senang bila ada orang lain berbahagaia, dan berusaha agar orang lain menderita (1.64-1.72).
5). Hakekat
Hakekat adalah perjumpaan manusia dengan Tuhan. Dalam hal ini manusia melihat Tuhan dan Tuhan melihat manusia, meskipun Tuhan tidak berwujud atau berwarna serta berupa apa pun. Agar manusia dapat selalu melihat Tuhan maka jangan tinggalkan syareat maupun tarekat (1.73-1.75).
6). Obat Sakit Hati
Obat sakit hati itu ada lima macam, yaitu : 1) membaca Al-aquran dan menghayati maknanya, 2) mengurangi makan agar hati menjadi terang, 3) berjaga pada malam hari untuk tafakur kepada Allah, 4) mencegah hawa nafsu, dan 5) memuji Allah menurut aliran nafas (2.17-2.18).
7). Ciri-ciri Orang Alim
Ciri-ciri orang alim adalah : 1) mencegah hawa nafsu yang meliputi mencegah keinginan, menyingkirkan yang haram, mencegah maksiat dan menjalankan segala sesuatu yang wajib dan sunah; 2) sangat senang melakukan ibadah kepada Allah baik siang maupun malam hari tanpa berkeinginan dipuji orang lain, 3) tidak memikirkan keduniawian agar orang lain tidak benci, dan 4) selalu mengajak untuk berbuat baik, serta menganjurkan untuk tidak berbuat buruk (2.35-2.46).
8). Pepali Ki Ageng Sela
Pepali Ki Ageng Sela merupakan ajaran etika yang sangat kompleks. Banyak sekali anjuran-anjuran untuk melakukan perbuatan baik atau larangan-larangan melakukan perbuatan buruk. Ajaran-ajaran etika itu antara lain : jangan angkuh, jangan sombong, jangan jahil, jangan serakah,jangan suka barang milik orang lain, jangan suyka dipuji, jangan berfikiran ke kiri (buruk), berbicaralah dengan hati-hati, jangan mengagungkan tubuh, jangan menonjolkan ketampanan, justru berbuatlah yang baik, baik lahir maupun batin (7.1-7.3).
Di samping itu dinyatakan pula jangan menuhankan besi, emas, kepandaian, ilmu, mantra, kemampuan, dan lain-lain karena semua itu sia-sia. Jujur dan kebenaran hendaknya dicari. Jangan berbuat semaunya, bahagiakanlah orang lain. Jangan menuruti nafsu. Peringatkanlah orang lain yang akan berbuat tidak baik. Berbicaralah yang baik dan milikilah rasa malu, yaitu malu terhadap Tuhan, dan malu kepada sesama manusia. Karena itu berhati-hatilah di dalam bertindak (7.4-7.11).
Jangan mentang-mentang menjadi orang kaya. Jangan mengajak bertengkar. Jangan memuja kepandaian. Jangan menhancurkan orang lain. Jangan bergunjing. Siapa yang berbuat buruk akan masuk neraka, sedangkan yang baik akan mendapat kebahagiaan. Jangan ketus., jangan sombong, jangan jahil, dan jangan lalai. Berwataklah yang menyelamatkan dengan meniru orang utama dan baik, mengajak selamat, berhati-hati, dan bertoleransi. Jangan merasa diri paling berani, suka barang milik orang lain, dan suka mendatangi dukun. Jangan membungakan uang. Jangan berbudi kaum, yaitu watak senang mengurangi hasil zakat.Jangan serakah, jangan berwatak seperti iblis (7.11-7.16).
Kalau jadi pembesar berucaplah yang baik terhadap orang lain, jangan suka mencela, jangan bengis, dan berlakulah hati-hati dengan cara mencegah nafsu dan berpuasa ‚mutih’. Berbaiklah kepada sanak famili. Jangan merasa paling lurus, jangan memalukan. Jangan mengumbar nafsu. Jangan mempermalukan orang lain. Lakukanlah ’banting raga’ dengan mencegah makan dan tidur di tempat sepi dengan sabar agar terlaksana segala hajat dan mendapat wahyu dari Tuhan, ucapannya pasti terjadi, terang hatinya, dan banyak orang yang senang (7.16-7.21).
Lakukanlah hidup utama yaitu hidup orang-orang yang luhur derajatnya hasil-hasil bertapa dan bukan karena mengejar keduniawian. Karena itu lakukanlah miskin di dalam kaya, sakit di dalam sembuh, dan enak di dalam sengsara. Jangan marah apabila ditertawakan dan bersifatlah ’nrima’ kepada Allah, pasti Allah akan mengasihi. Bersungguh-sungguhlah dalam bertekad (7.21-7.29).
Ada lagi jalan utama : bersedekalah sandang dan pangan dengan rela lahir dan batin, jangan sakit hati karenanya, dan jangan minta balasan. Anggaplah semua amalan itu seperti membuang kotoran; itulah derma yang diterima. Dalam hidup tapa contohlah perilaku utama, jangan bertindak ke kiri, menjadi atau senang kepada dukun, karena dapat berakibat maut. Hal itu terjadi karena masih memikirkan kepentingan diri sendiri (duniawi) dan bertindak tidak jujur. Karena itu tindakan yang diterima oleh Allah adalah jangan terlalu banyak tingkah. Di samping itu perhatikanlah salat sejati, yaitu salat yang juga menjalani tapa. Sebabnya banyak orang yang keliru dalam bersuci. Mereka bersuci tetapi masih mengandung tahi, sembahyang tetapi mengandung bangkai (7.30-7.32).
9). Macam-macam Setan
Setan itu ada 12 macam, yaitu : 1) pendeta cinta wanita dengan cara berzina dan bertindak semena-mena, 2) orang yang makan barang haram, 3) orang yang tidak mau berbakti, 4) orang yang berani kepada ayah dan ibu, 5) orang yang suka merusak teman, 6) orang yang suka bertengkar, 7) orang senang mengadu domba, 8) wanita yang mendapat murka Tuhan, 9) orang yang menyia-nyiakan orang alim, 10) orang yang tidak tahu cara mensucikan dirinya, 11) orang yang berambisi memburu harta, dan 12) orang yang jahil, mengadu-adu, memfitnah tetangga, merusak sesamanya, mengunggulkan dirinya, akhirnya mendapatkan murka Tuhan. (7.33-7.39)
10). Faedah Mencegah Nafsu
Faedah mencegah nafsu adalah : 1) tidak tamak dalam mencari rejeki, 2) ikhlas hatinya, 3) berhasil hajatnya kepada Tuhan, dan 4) selamat badannya (13.5).
11) Akibat Mengumbar Nafsu
Akibat mengumbar nafsu adalah : 1) tamak dalam mencari rejeki, 2) tidak ikhlas berbakti, 3) hajatnya tidak terlaksana, dan 4) cepat rusak badannya (13.6)
12) Faedah Bertapa
Faedah bertapa adalah : 1) hati menjadi terang sehingga mengetahui hal-hal yang gaib, 2) mengetahui hakekat dunia, 3) hati mau kunanah, 4) sabar ketika fakir, tidak mau berhutang atau meminta-minta, 5) enak badan dan hatinya, 6) hajanya terkabulkan oleh Tuhan (13.19).
13) Akibat Menuruti Hawa Nafsu
Akibat menuruti hawa nafsu adalah: 1) gelap hatinya dan tidak mengetahui lahir batinnya, 2) tidak tahu hakekat dunia, 3) hati tidak mau kunanah, 4) tidak sabar ketika fakir, 5) tidak mantap hatinya dan badannya cepat rusak, dan 6) tidak terlaksana hajatnya pada Tuhan (13.20-13.22).
14) Faedah Mengurangi Makan
Faedah mengurangi makan adalah : 1) hatinya menjadi terang, 2) ikhlas beribadah, 3) ringan rasa badannya dan bersungguh-sungguh beribadah, 4) sedikit syahwatnya, 5) hati tidak mau lacut, takabur, riya, dan 6) hati mau kunanah (13.23-13.24).
15) Akibat Terlalu Banyak Makan
Akibat terlalu banyak makan ada 6, yaitu : 1) hatinya gelap, mengetahui lahir tetapi batinnya gelap, 2) hatinya keras, 3) malu beribadah, banyak tidurnya, dan tidak mau salat malam, 4) syahwatnya bertambah, 5) hatinya lacut, takabur, dan riya, serta 6) sangat berambisi mencari harta. (13.25-13.26).
16) Faedah Mengurangi Makan
Faedah mengurangi makan itu ada 6, yaitu : 1) hatinya terang lahir dan batin, 2) jauh dari bahaya setan, jin, maupun manusia, 3) hati jauh dari maksiyat, 4) makannya sedikit, 5) bila bicara tidak menipu dan lacut, 6) tercapai hajatnya kepada Tuhan (13.27-13.28).
17) Pesan Orang-orang Utama
Orang-orang utama mengatakan bila dapat mengurangi tidur dan makan akan dekat kekuasaannya, jauh dari guna-guna dan sihir, jauh dari celaka, selamat badannya, dan terlaksana hajatnya kepada Allah (13.29).
18) Pesan Putra Ahmad Rifai
Janganlah melanggar syarak (syariah). Lakukan perbuatan baik sesuai dengan syarak agar tidak dikecam ulama di dunia, dan dihukum Allah di akhirat. Di samping itu, jangan mengaku orang alim sebelum lulus semua pengetahuan yaitu dari Al Quran, Hadits, Ijmak, dan Qiyas, sebab akan memalukan bila diketahui orang lain. Bila memang sudah selesai dalam ilmu tersebut, hendaklah mau mengajarkannya dengan niat hanya berbakti kepada-Nya tanpa memikirkan keduniawian, tetapi jangan menghancurkan diri sendiri. Orang alim yang masih melaksanakan perbuatan yang tidak baik akan disiksa setelah siksa orang-orang kafir. Karena itu takutlah kepada Tuhan dengan cara melaksanakan ibadah terus-menerus siang malam. Carilah teladan-teladan yang baik dan cara-cara ibadah yang benar (14.1-14.16).
19) Pesan-pesan Penulis Naskah
Berbaktilah kepada orang lain. Ucapkanlah yang baik-baik, jauhi perkataan jelek. Bila ada orang lain yang akan berbuat jahat, maka tinggalkanlah karena hal itu akan berbahaya. Bila dia memang tidak mau mengubah sikap, jangan berkumpul dengannya. Namun, bila dia sudah mau bersikap baik. Maka kumpulilah dia. Di samping itu, jauhilah perbuatan buruk. Ingatkanlah kawan agar selalu berbuat baik. Dalam beribadah, orang awam memang perlu mengharapkan anugrah dari Allah (14.17-14.22).
Nafkahilah isterimu, jauhilah perbuatan haram, dan hidup rukunlah dalam bersuami isteri. Bila memelihara ternak, unggas, rawatlah dengan baik. Berbaktilah kepada ayah dan ibu, terutama bila mereka sudah tua dan fakir. Berbaiktilah kepada mertua dan saudara tua. Berbaktilah kepada guru, sebab berbaikti kepada orang tua dan guru adalah perintah Allah, sedangkan guru adalah orang yang menunjukkan ilmu dan ibadah kepada Tuhan yang tidak akan rusak dan dibawa ke akhirat. Dalam melaksanakannya hendaklah bersungguh-sungguh dan jangan ragu-ragu supaya diterima oleh Allah (14.23-14.31).
Di samping itu hargailah tamumu, temuilah dia, jamulah dia, berbicaralah yang baik padanya serta jangan menyusahkannya. Bila ada orang minta-minta berilahs sekedarnya dengan rela. Pinjamilah orang lain yang membutuhkan pinjaman dengan rela tanpa mengharapkan pujian. Bersilaturahmilah pada para ulama, dan carilah berkahnya, serta jangan mendekati orang jail, dan angkara murka. Bersilaturahmilah kepada sanak famili, tolong-menolonglah kepada sesama, kalau ada kesusahan atau kematian dengan rela, sabar, dan pasrah. Bila berkumpul orang banyak berbicaralah dengan baik, jangan berolok-olok, jangan membuka keburukan orang lain, jangan terlalu banyak berbicara. Didiklah anakmu agar mengerti ibadah. Ajarilah mereka dengan hukum dan peraturan baik buruk dan sopan santun (15.1-15.27).
Dari uraian di atas, banyak sekali ajaran etika yang disampaikan oleh penulis naskah. Bahkan di antaranya ada ajaran-ajaran etika yang permasalahannya diulang-ulang. Di samping ajaran etika, terdapat pula ajaran pembersihan jiwa. Dalam hal ini sesuai dengan prinsip tasawuf bahwa etika yang baik tidak akan tercapai sebelum diadakan pembersihan jiwa. Ajaran-ajaran etika itu hampir semuanya bertolak dari ajaran agama Islam. Hal ini dapat dibuktikan dari ayat-ayat antara lain sebagai berikut.
”Kamu sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang karib dan tetangga yang bukan karib, teman sejawat, orang musafir, dan kepada hamba sahaya kamu. Sesungguhnya Allah tiada mengasihi orang yang sombong dan bermegah-megahan” (Q.S. An-Nisa’:36).
Dari Abu Bakar berkata : Nabi SAW bersabda : Maukah kutunjukkan kepadamu tiga dosa besar? Sahabat menjawab ”Ya”. Nabi menyatakan : 1) menyekutukan Allah, 2) durhaka kepada kedua orang tua, dan 3) perkataan bohong (dosa).
Dari Anas bin Malik berkata : ”Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang suka untuk diluaskan rejekinya. Atau dipanjangkan umurnya, maka hubungilah familinya”.
Dari beberapa kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa sopan santun itu dapat diarahkan terhadap Tuhan dan sesama manusia. Sopan santun terhadap Tuhan dinyatakan dengan cara penyembahan dan tidak menyekutukan-Nya. Adapun soapn santun terhadap sesama manusia meliputi : kepada kedua orang tua, karib kerabat, tetangga, maupun orang lain.
Adapun yang menjadi pembersihan jiwa bagi orang-orang Islam antara lain :
"Maka barangsiapa yang durhaka dan mengutamakan hidup di dunia maka sesungguhnya nerakalah tempat diamnya. Adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan dirinya dari hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat diamnya” (Q.S. An-Nazi’aat :31-37).
”Dan barangsiapa yang mensucikan diri mereka, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri dan kepada Allah tempat kembali.” (Q.S. Al-Fathir:18)
”Ingatlah, dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka tubuh semuanya menjadi baik. Apabila daging itu binasa, maka tubuh semuanya menjadi binasa. Ketahuilah, daging itu ialah ‘qalbu’/hati.”
“Rasulullah bersabda : Kita baru pulang jihad paling kecil, dan akan menghadapi jihad yang sangat besar. Para sahabat bertanya : apakah itu jihad yang paling besar wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab : yakni jihad melawan hawa nafsu”.
Kutipan-kutipan di atas menjelaskan bahwa menahan nafsu adalah perintah Allah. Orang yang menahan hawa nafsunya berarti ia beriman dan itu merupakan jaminan sorga baginya. Orang yang menahan hawa nafsu berarti ia mensucikan jiwanya dan hal itu termasuk perang besar yang lebih besar daripada perang dalam bentuk pertempuran bersenjata. Untuk itu jadikanlah hati (qalbu) sebaik-baiknya, dengan mengumpulkan sifat dan budi luhur di dalamnya serta melaksanakannya dalam kehidupan manusia. Al Ghazali menyebutkan sifat-sifat dan budi pekerti yang luhur itu antara lain: 1) banyak malu, 2) tidak pernah menyakitkan, 3) banyak amalannya, 4) jangan keliru, 5) sedikit sekali perbuatan dan kata-kata yang tidak berguna, 6) baik hati, 7) senang memelihara silaturahmi sanak famili, 8) rendah hati, 9) sabar, 10) banyak berterima kasih, 11) lapang dada, 12) lemah-lembut, 13) penyayang, 14) suci hati, 15) ramah tamah, 16) tidak senang melaknati, 17) tidak senang memaki, 18) tidak senang mengadu domba, 19) tidak senang membicarakan kejelekan orang lain, 20) tidak segera bertindak, 21) tidak kikir, 22) tidak senang dengki, 23) air mukanya sekalu berseri-seri, dan 25) cinta karena Allah dan benci karena-Nya pula, rela karena Allah, dan benci karena Allah. Sifat-sifat luhur ini memiliki banyak kesamaan dengan apa yang telah diungkapkan dalam ”SNJ”.
C. Ajaran Psikologi
Ajaran psikologi dalam tasawuf adalah usaha introspeksi diri sendiri (muhasabah linafsihi). Dalam berintrospeksi diri dapat digunakan beberapa pertanyaan sehingga seseorang mengetahui siapa dirinya. Beberapa pertanyaan untuk mengetahui siapa dirinya itu adalah : 1) Siapakah saya?, 2) Darimanakah asalnya?, 3) Apakah gunanya (tugasnya)?, dan 4) Akan kemanakah akhirnya? Diharapkan dari hasil jawaban tersebut akhirnya manusia merasa dirinya lemah, tidak memiliki daya apa-apa, selanjutnya akan mengenal Allah yang berkuasa atas segala makhluk-Nya (Sa-Salawy, 1986:46-47). Ajaran psikologi dalam ”SNJ” di antaranya sebagai berikut.
1) Siapakah saya?
........................................................
he Juminah hingkang haran Allah,
hiku dat kang wajib wujudde,
mokal hing ngadamipun,
hingkang gawe bumi lan langit,
lawan damel hing manungsa,
lan tingkah polahipun,
..................................... (2.25)
Kutipan di atas menyatakan bahwa manusia termasuk bumi dan langit adalah makhluk, artinya ciptaan. Yang menciptakan adalah dzat yang wajib keberadaannya yaitu Allah. Hanya Allah yang berkuasa. Kekuasaannya di antaranya menciptakan manusia dan segala tingkah lakunya.
Dalam metafora “Dalang dan Wayang“ dapat dijelaskan bahwa manusia tidak memiliki daya sama sekali di bawah kekuasaan-Nya. Tuhanlah yang membuat manusia, rupa manusia, pembicaraannya, pikirannya, perbuatannya, untung ruginya, hidup matinya, dan kehendaknya, langsung didekte dan ditentukan oleh Tuhan. Manusia yang pada dasarnya ’bukan apa-apa’ menurut saja terhadap segala yang menjadi ketentuan-Nya. Hal ini terjadi tanpa kompromi antara Tuhan dan manusia. (Nasution, 1987:102-103). Hal ini juga dinyatakan secara eksplisit dalam ”SNJ”.
................................................
kang pasemon Allah lan jalmine,
hapan kadya dhalang lawan ringgit,
yen mekaten badan mami,
milikke Yang Ngagung.
Kutipan di atas juga menjelaskan bahwa manusia itu milik Allah. Allah berkuasa mutlak atas manusia dan segalanya.Uraian ”SNJ” di atas sesuai dengan ayat-ayat dalam Al-Quran sebagai berikut.
”Dia yang menghidupkan dan mematikan. Apabila Dia hendak memutuskan suatu urusan, maka hanya Dia berkata kepadanya : Jadilah engkau lalu jadilah ia“ (Q.S. Al Mu’min : 68).
Sesunggunya Kami ciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, kemudian Kami kembalikan dia serendah-rendah orang yang rendah.
2) Darimanakah asal saya
........................................................
He Juminah hingkang haran Allah
...........................................................
Hingkang gawe bumi lan langit,
lawan damel manungsa,
.............................................. (3.26)
peparingringe Yang Ngagung,
lantaran wong tuwa kalih,
balung hotot lan herah,
daging kelawan kulit,
................................... (14.28).
..........................................
hananira Yang Sukma,
milikke sekehhe wujud,
sarta mujuddake gampang. (1.23)
Pertayaan kedua ini berhubungan dengan pertanyaan pertama. Dalam kutipan di atas disebutkan pula bahwa Tuhanlah pencipta manusia. Hal ini dapat dinyatakan bahwa manusia berasal dari Tuhan, sebagaimana asal bumi dan langit. Tetapi manusia tidak langsung dimunculkan di dunia oleh Tuhan. Keberadaan manusia di dunia melalui perantara terlebih dahulu. Perantaranya adalah kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu. Ayah dan ibu turut menyumbang keberadan manusia dengan cara memberikan bakal pembemtuk tulang, otot, daging, kulit, dan darah. Jadi, orang tua juga turut berjasa membantu keberadaan manusai di samping Tuhan yang memberi anugrah yang pertama.
Banyak sekali ayat-ayat Al Quran maupun Hadist yang menjelaskan asal-usul manusia. Hal dapat dibuktikan antara lain sebagai berikut.
”Dia yang menggambarkan (membentuk) kamu dalam rahim ibumu, sebagaimana dikehendaki-Nya. Tiada Tuhan, kecuali Dia yang Mahaperkasa, lagi Mahabijaksa” (QS. Ali Imran : 6).
”Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dari tanah kering, dari tanah hitam yang telah berubah” (QS. AL Hijr :26).
”Sesunguhnya telah kami ciptakan manusia dari sari tanah kemudian kami jadikan dia air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang, lalu tulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami ciptakan makhluk yang lain (manusia yang sempurna). Maka Mahasuci Allah yang sebaik-baik menciptakan”. (Q.S. Al Mukminun : 12-14).
”Dari Adullah berkata : Telah menyatakan Rasulullah SAW, yang paling benar pada kami dengan sabdanya : Sesungguhnya salah seorang di antaramu telah berkumpul kejadian pada perut ibunya 40 hari, kemudian menjadi darah kental (’alaqah) waktu itu, kemudian menjadi daging, lalu Allah mengutus malaikat yang diperintahkan dengan 4 ketetapan, dan dinyatakan padanya : Tulislah amalnya, rejekinya, ajalnya, celaka dan bahagianya, lalu ditiupkan roh ke dalamnya. Maka sesungguhnya seorang di antaramu akan bekerja hingga tidak ada jarak antara dia dengan sorga kecuali hanya sehasta dan mendahului atasnya tulisannya, maka ia bekerja dengan pekerjaan penduduk neraka. Dan ia mengerjakan hingga tidak ada jarak antara dia dan neraka kecuali sehasta maka mendahului atasnya tulisan itu, maka ia bekerja dengan pekerjaan penduduk sorga”.
Dalam kutipan ayat-ayat di atas, asal-usul manusia adalah dari penciptanya yaitu Allah. Dia menciptakan manusia dari tanah hitam yang telaah berubah atau dari saripati tanah yang kemudain oleh Allah dijadikanlah menjadi air mani yang disimpan di dalam rahim. Air mani itu kemudian dijadikan segumpal darah sampai akhirnya diciptakanlah manusia yang sempurna. Asal-usul manusia yang dinyatakan dalam ayat-ayat di atas ada kesamaannya dengan yang disampaikan ”SNJ”. Dalam penulisannya, penulis naskah dapat secara langsung maupun tidak langsung, mengambil sumber atau dasar dari ayat-ayat di atas.
3) Kemanakah akhirnya saya?
..........................................
sun rasa neng dunnya,
mangsa lawassa mami,
.......................................... (10.1)
nora wurung kuburran gonne hiku,
..................................................... (10.2)
ngilmu panak tegesnya,
tepakurre sanubari,
haningalli hing manungsa,
wujudde datan kakiki,
mung Allah kang maha suci,
kakekatte wujuddipun,
....................................... (2.14)
..........................................
haja hetang sandhang pangan,
sakhenggone gawenen sangu mati,
dedanaha mupung gesang. (7.20)
Dari kutipan-kutipan di atas dinyatakan bahwa manusia hidup di dunia itu tidak lama. Akhirnya manusia akan masuk kubur atau mati. Jadi, manusia tidak hakiki keberadaannyadi dunia. Hanya Allah yang hakiki keberadaan-Nya.
Gusti Allah hiku ngratonni,
hiya besuk dinanne Kiyamat,
ngukummi mring makhluk kabeh,
sira ngrasaha hiku,
yen milikke Kang Maha Suci,
besuk hing dina Kiyamat,
sira tampa kukum,
kukum becik lan hala,
hingkang becik hiya denwales becik,
kang hala winales hala. (12.11)
haneng suwarga wong kang gawe becik,
wong gawe hala manyjing neraka,
……………………………………. (12.12)
………………………………….
yen sira kapengin mulya,
hing dunnya lan ngakerat,
........................................ (1.3)
Manusia tidak hakiki hidup di dunia. Setelah mati dia akan berpindah hidup di akhirat. Di akhirat itu ada dua macam tempat, yaitu sorga dan neraka. Sorga adalah tempat yang baik yang nantinya akan diberikan Tuhan kepada manusia yang di dunia berbuat baik. Sedangkan neraka adala tempat yang sangat buruk yang nantinya diberikan Tuhan untuk menghukum orang-orang yang di dunia selalu berbuat jelek.
Yang diuraikan oleh penulis naskah di atas tampak sekali bersumber baik langsung maupun tidak langsung pada ayat-ayat Al Quran maupun Hadits. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan ayat-ayat berikut.
”Dan sesungguhnya orang-orang yang tiada percaya kepada akhirat, Kami sediakan untuk mereka itu siksaan yang pedih” (QS. Al Isra’:10)
”Kepada-Nya tempat kembalimu sekalian, janji Allah sebenarnya. Sesungguhnya Dia memulai ciptaan kemudian mengulanginya (waktu berbangkit), supaya dibalas-Nya orang-orang yang beriman dan mengamalkan amal shalih dengan keadilan. Orang-orang kafir untuk mereka itu minuman dari air yang sangat panas dan siksaan yang pedih karena mereka itu kafir” (QS. Yunus : 4).
”Maka pada hari ini, seseorang tiada teraniaya sedikit pun dan kamu tiada dibalas melainkan menurut apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya penghuni sorga pada hari itu bersenang-senang dalam pekerjaannya. (QS. Yasin : 54-55).
”Ya, barangsiapa mengerjakan kejahatan dan telah meliputi kesalahan itu, maka mereka itu penghuni neraka, sedang mereka kekal di dalamnya. Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka itu penghuni surga, sedang mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah : 81-82)
”Dari Ibn Umar : Jika seorang di antaramu mati maka ditunjukkan tempatnya pada pagi hari dan sore hari, dan jika dari penduduk sorga maka diperlihatkan isi atau penduduk sorga, dan jika dari penduduk neraka maka diperlihatkan isi atau penduduk neraka. Maka dikatakannya : Inilah tempatmu hingga Allah membangkitkanmu hingga pada hari Qiyamat”
Dalam kutipan-kutipan ayat di atas dinyatakan bahwa manusia (orang Islam) wajib beriaman tentang keberadaan hari akhirat. Di dalam hari akhirat manusia mendapat balasan sesuai dengan amal ibadahnya di dunia. Barangsiapa berbuat kejahatan siksa di nerakalah balasannya, sedangkan barangsiapa berbuat kebaikan akan dibalas nikmat kehidupan di surga.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa yang dinyatakan penulis dalam ”SNJ” tentang tujuan kehidupan manusia sesuai dengan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Quran maupun Hadits.
4) Apa tugas manusia?
lamun sira tinggal bekti,
maring Allah tangala,
hiku salah sejatinne,
sira hiku haran kawula,
milikke Allah tangala,
kabehhing parentahhipun,
kawula pesthi lumampah. (1.25)
......................................
pelambang kang yektos,
kang pasemon Allah lan jalminne,
hapan kadya dhalang lan ringgit,
yen mekaten badan mami,
milikke Yang Ngagung, (4.9)
hapan Allah sinembah wajib,
............................................ (4.10)
...........................................
sira murid sun tuturri,
ngestokna pitutur mami,
tetep pabekti hing Yang Ngagung,
siyang dalu nglakonnona,
mring Allah Kang Maha Suci,
dadya slamet sekalire kang sineja. (11.6)
Dari kutipan di atas dinyatakan bahwa bila manusia tidak berbakti kepada Tuhan berarti manusia melakukan kesalahan. Manusia bersalah karena manusia makhluk milik Tuhan. Sudah sewajarnya ’hamba’ berbakti kepada ’tuan’-nya. Sudah menjadi kodrat makhluk harus berbakti kepada Tuhan. Dan, berbaikti kepada Tuhan hendaknya dilakukan terus-menerus baik siang maupun malam agar selamat dalam segala-galanya.
Yang diuraikan penulis naskah di atas sesuai dengan ayat-ayat yang dinyatakan dalam Al Quran. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut.
”Tiadalah Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku” (QS At-Thuur:56)
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu bertaqwa” (QS`Al Baqarah:21)
”Sesungguhnya Akulah Allah tidak ada Tuhan kecuali Aku, sebab itu sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” (QS Thoha : 14)
”Hai orang-orang yang beriman, rukuklah sujudlah dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, mudah-mudahan kamu mendapat kemenangan (sukses)” (QS Al Haji:77)
Dalam kutipan-kutipan di atas dinyatakan bahwa tujuan penciptaan manusia oleh Allah adalah agar manusia menyembah-Nya. Penyembahan itu dimaksudkan agar manusia menjadi bertakwa dan mendapat kesuksesan.
Akhirnya uraian di atas dapat disimpulkan tugas utama manusia di dunia ini adalah menyembah Tuhan. Tugas manusia yang dinyatakan oleh penulis naskah dalam ”SNJ” sesuai dengan ayat-ayat dalam Al Quran. Dalam hal ini penulis naskah dapat mengambil secara langsung maupun tidak langsung ayat-ayat itu ke dalam ”SNJ”.
Dari seluruh uraian ajaran psikologi di atas, semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.
- Saya adalah manusia. Saya adalah ciptaan Allah, sebagaimana makhluk-makhluk lainnya. Segala sesuatu yang terdapat pada diri saya diciptakan oleh Allah. Hanya Allah yang menentukan segala sesuatu pada diri saya.
- Saya berasal dari Allah. Namun keberadaan saya di dunia melalui perantara orang tua.
- Saya tidak kekal hidup di dunia. Akhirnya saya nanti akan mati untuk hidup lagi di alam akhirat. Apabila saya berbuat baik di dunia, nanti saya akan mendapat kebahagiaan di surga. Namun, apabila perbuatan saya jelek di dunia, akan mendapat siksa di neraka.
- Tugas saya sebagai manusia yang hidup di dunia semata-mata untuk menyembah kepada Tuhan. Sudah menjadi kodrat manusia menjadi penyembah, dan Tuhan menjadi yang disembah. Penyembahan itu pun ditujukan untuk kepentingan manusia.
D. Ajaran Estetika
Estetika dalam tasawuf suatu keindahan pada jiwa seseorang yang berpuncak pada cinta (mahabbah). Orang akan merasa indah pada jiwanya bersih dari sifat-sifat tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji. Dalam hal ini orang itu sudah mencapai tujuan tasawuf, yaitu : 1) makrifat billah artinya dapat melihat Tuhan dengan hati secara jelas dan nyata dengan segala kenikmatan dan kebesaran-Nya, bukan dengan menggambarkan Tuhan seperti benda atau segala rupa sebagai jawaban Dzat Tuhan, dan 2) insan kamil, artinya manusia yang berjiwa sempurna, dekat pada sisi Allah, dan dianggap cakap untuk memberikan petunjuk dan menyempurnakan hamba Allah. Untuk mencapainya ada jalan yang harus ditempuh dalam bertasawuf. Jalan yang harus ditempuh itu adalah : 1) syariat, 2) tarekat, dan 3) haqiqat (As Salawy, 1986: 58-65).
Sayyid Abi Bakkar Al-Makky menyatakan bahwa makrifat billah merupakan suatu cahaya yang dipancarkan Allah di hati hamba-Nya, sehingga dengan cahaya itu lah hamba tersebut bisa melihat rahasia-rahasia kerajaan Allah di bumi dan langit dan hamba tersebut bisa mengamat-amati sifat kekuasaan dan kekuatan Allah. Itulah tujuan tertinggi kaum sufi. Hal ini juga dinyatakan oleh Al Ghazali sebagai berikut.
Kelezatan mengenal dan Tuhan dan melihat keindahan ke-Tuhanan dan melihat rahasia-rahasia hal ke-Tuhanan adalah lebih lezat dari derajat kepemimpinan yang merupakan top dari kelezatan-kelezatan yang ada pada makhluk.
Sangat sulit menggambarkan kebesaran nikmat orang yang telah sampai kepada makrifat billah. Setelah hijab yang menghalangi Tuhan dan hamba tersingkap akan dapat menimbulkan cinta yang sangat mendalam kepada-Nya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Rabiah al Adawiyah berikut ini.
cintaku pada-Mu ada dua,
cinta asmara dan cinta haq buat-Mu
cinta asmara ........
penuh ingat dan sanjungan pada-Mu
adapun cinta haq,
karena terbuka tabir melihat-Mu,
tak ada puji untuk ini dan itu aku tak berhaq,
tapi dalam kedua cintaku itulah puji bagi-Mu.
(A. Sayfii MK, 1987:79)
Makrifat billah selain berupa nikmat bagi orang yang telah mencapainya (terutama para sufi), juga menyebabkan timbulnya sifat malu dan mengagungkan Tuhan sebagaimana tauhid menyebabkan orang menjadi ’ridla’ dan menyerahkan diri kepada Allah.
Dalam hal yang sama Jalaluddin Rumi menyatakan bahwa yang dimaksud insan kamil adalah sebagai berikut.
Insan kamil ialah seorang yang sadar akan keakuannya yang transedent atau (faaiq), yang tak diciptakan dan bersifat Ilahi. Mungkin setiap orang seorang merealisasikannya, itulah tujuan dan akhir kehidupan. Insanul kamil langsung berhubungan dengan Tuhan tak lah ada lagi nabi yang mengantara padanya. (As Salawy, 1986:81).
Manusia dapat mencapai taraf insan kamil tersebut bila menumbuhkan sifat-sifat Tuhan pada dirinya, makin sempurna manumbuhkan sifat-sifat Tuhan pada dirinya maka makin kuatlah hikmat pribadinya. Di samping itu perlu dilakukan pula penghilangan sifat-sifat yang membinasakan dan menjalankan sifat-sifat yang menyelamatkan. Dengan kata lain mencapai makrifat billah lewat pensucian diri dari segala dosa dan menekunkan diri dalam beribadah.
Al Ghazali menyatakan tanda-tanda insan kamil adalah cinta kepada Tuhan (mahabbah) yang diwujudkan dalam bentuk kepatuhan terhadap perintah-perintah-Nya.
.............
maaf segera diselesaikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan dan Komentar Anda