Konsep dasar religius berbeda dengan agama. Bila agama lebih mengacu pada keterkaitan seseorang dengan agama tertentu secara formalitas, maka religius adalah ikatan seseorang terhadap suatu religi bisa juga agama tertentu dari sisi informalnya. Seorang dapat dikatakan tidak memiliki religiusitas yang tinggi bila praktik batinnya kering terhadap suatu agama atau religi. Dalam hal ini religiusitas dapat dilihat dari ungkapan batin yang kemudian direfleksikan dalam tindakan yang terkait dengan suatu religi.
Puisi adalah salah salat genre sastra. Sebagai genre sastra, puisi merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang yang telah mengkristal (penulis lebih cenderung mengungkapkannya sebagai kristal jiwa) yang meiliki nilai estetika dan kemudian diungkapkan dalam media bahasa.
Bahasa sebagai media estetika berbeda dengan genre seni lainnya, seperti seni lukis menggunakan ungkapan komposisi goresan dan warna, seni musik menggunakan komposisi bunyi atau suara, sementara itu sastra sebagai seni menggunakan komposisi bahasa. Komposisi bahasa ini meliputi bangunan fonem / bunyi, kata-kata, frase, kalimat, bahkan wacana. Gejala-gejala bahasa, dan gaya bahasa juga diterapkan demi pencapaian estetikanya.
Sutarji Calzoum Bachri lahir pada 24 Juni 1943 di Rengat, Indragiri Hulu, Riau. Dari sajak-sajaknya Sutarji mampu menunjukkan dirinya sebagai pelopor / pembaharu puisi kontemporer. Dalam kredonya, Dia hendak membebaskan kata dari kungkungan makna dan akan mengembalikannya sebagaimana fungsi mantra.
Pada tahun 1974, Sutarji mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Dari Oktober 1974 hingga April 1975, dia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat.
Atas prestasinya Sutarji pernah mendapat penghargaan South East Asia Writer Award di Bangkok Thailad pada tahun 1979.
Beberapa karyanya adalah O (Kumpulan Puisi, 1973), Amuk (Kumpulan Puisi, 1977), dan Kapak (Kumpulan Puisi, 1979) merupakan karya monumentalnya.Selain itu, puisi-puisinya juga dimuat dalam berbagai antologi, antara lain Arjuna in Meditation (Calcutta, India, 1976), Writing from The Word (USA), Westerly Review (Australia), Dchters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststechting, 1975), Ik Wil NogdulzendjaarLeven, Negh Moderne Indonesische Dichter (1979), Laut Biru, Langit Biru (Jakarta: Pustaka Jaya, 1977), Parade Puisi Indonesia (1990), majalah Tenggara, Journal of Southeast Asean Lietrature 36 dan 37 (1997), dan Horison Sastra Indonesia: Kitab Puisi (2002).
Puisi-puisi Sutarji merupakan puisi inkonvensional, tidak seperti hanya Amir Hamzah, Chairil Anwar, Taufiq Ismail, maupun WS Rendra. Banyak kalangan siswa dan juga guru kesulitan dalam mengapresiasinya. Permasalahannya beberapa puisi Sutarji pernah muncul dalam soal-soal ujian nasional. Hal ini menimbulkan tuntutan adanya kemampuan untuk mengapresiasi puisi-puisinya, khususnya bagi para guru bahasa Indonesia, demikian pula para siswa. Diperlukan kemampuan analisis dan apresiasi, dan tidak ketinggalan wawasan yang luas terhadap wacana puisi di Indonesia.
Banyak pendekatan maupun teori yang dapat digunakan dalam menganalisis memahami dan menganalisis puisi. Di antaranya strukturalisme (intrinsik dan ekstrinsik, lapis dalam dan lapis luar), sosiologi sastra, semiotik, pragmatisme, dan sebagainya. Khusus puisi-puisi Sutarji perlu ada pertimbangan yang berbeda karena puisinya memang memiliki karakteristik yang berbeda.
Apresiasi puisi terhadap puisi-puisi Sutarji perlu dilakukan karena beberapa kali puisinya dikeluarkan dalam soal ujian nasional. Dalam pembahasan oleh guru-guru di sekolah menengah terjadi silang pendapat karena tidak memiliki pijakan pendekatan dan teori yang tepat. Memang, apresiasi karya sastra (khususnya puisi) bisa berakibat polyinterpretable. Hasil apresiasi setiap orang bisa berbeda.
Permasalahannya, dalam pembelajaran di sekolah hanya dibutuhkan satu kepastian jawaban dan menutup kemungkinan berbeda pendapat tergantung argumentasinya. Hal ini karena sudah tersedia pilihan jawaban dan harus dipilih satu yang paling tepat. Karena itu di sini kami mencoba menyajikan apresiasi beberapa puisi Sutarji dari aspek religiusitasnya.
Pembahasan hanya dibatasi pada kumpulan puisi "O, Amuk, Kapak" (1981). Dalam kumpulan puisi ini berserak banyak puisi karya Sutarji. Beberapa di antaranya akan dianalisis khususnya yang mewakili dalam aspek religiusnya. Pengarang bisa saja menolak serta merta hasil analisis ini, namun yang harus dipahami kembali adalah pijakan karya sastra khususnya puisi itu polyinterpretable.
a. Jadi
Puisi ini bertema pengakuan ketidakmutlakan manusia di bawah kekuasaan Tuhan. Tipografi puisi, penataan baris-baris dan kata-kata "tidak setiap ............ jadi .........." menunjukkan relatifitas hukum keniscayaan "jika .... maka ....." bagi manusia.
Konklusi puisi jelas terlihat pada "memandang Kau, pada wajahku!". Sebagai sebuah simbol bahasa (semion), kata Kau mengacu pada "Tuhan". Karena itu bisa diartikan "kekuasaan Tuhan atasku".
Puisi merupakan kristal jiwa dari pengarangnya. Pengalaman hidup yang berisi ungkapan pikiran dan perasaan pengarangnya terungkap dalam kata-kata yang kemudian melalui proses seleksi dan kontemplasi jadilah puisi. Bisa jadi pengarang puisi di atas telah mengalami dalam perjalanan hidupnya dan orang lain yang akhirnya membuat pengakuan akan ketidakmutlakan diri dan usahanya dalam kekuasaan Tuhan
2. Q
Puisi di atas bila disingkat menjadi "Q : alif lam mim". Jelaslah bahwa puisi ini mengutip salah satu ayat dalam Al Quran. Beberapa ayat dalam Al Quran yang berupa huruf-huruh hijaiyah tanpa harakat, misalnya : tho ha, lam mim shod, dan lain-lain. Terjemahannya tidak ada, namun selalu ditulis tafsir hanya Allah yang tahu.
Tipografi puisi sebagaimana tertulis di atas sebagaimana pembacaan kalau qiraah. Meski kita tidak memahami arti 'alif lam mim' namun huruf-huruf tersebut dengan kata : i'lam (ketahuilah), alam (jagat raya), alama (pembelajaran), dan alim (ilmu). Ayat ini terpampang jelas pada Al Baqarah ayat pertama. Bila ditafsirkan maka kita hidup memang harus mempelajari jagat raya ini sebagai ilmu, sebagai langkah awal sebagai makhluk bernama manusia.
Puisi di atas menunjukkan bahwa Allah sengaja tidak memberitahukan maknanya secara langsung. Tampaknya Allah memberikan teka-teki kepada manusia. Dalam hal ini, Allah hanya memberikan isyarat konsonan dasarnya dan kita yang memaknainya.
Namun apa yang terjadi, kita tetap dihadapkan oleh Allah pada teka-teki maha rahasia, karena sangat terbatasnya kemampuan dan pengetahuan kita. Betapa tidak, pengetahuan kita sangat terbatas pada yang kita miliki dan ketahui. Sementara kalau kita kaitkan dengan konsep kosmologi, jagat raya ini sungguh tidak ada apa-apanya. Bulan mengelilingi bumi, bumi mengelilingi matahari, matahari bersama bintang-bintang lainnya juga beredar di galaksi Bima Sakti ini, dan milyaran galaksi juga beredar melebur menuju kehancurannya (black hole). Kita tidak tahu dari mana dan akan kemana nasib kita terbawa ratusan, ribuan, jutaan, bahkan milyaran tahun kemudian.
Karena itulah puisi di atas sebenarnya memiliki religousitas yang serius yaitu ketidaktahuan yang dalam. Karena itu bila ditanya apa makna puisi tersebut maka jawablah sebagaimana orang qiraah : Tidaaaaaaaaakkkkkk Tahuuuuuuuuu !!!!!!!!!!!!!!!!!!! Dalam bahasa Jawanya : Embuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Namun apa yang terjadi, kita tetap dihadapkan oleh Allah pada teka-teki maha rahasia, karena sangat terbatasnya kemampuan dan pengetahuan kita. Betapa tidak, pengetahuan kita sangat terbatas pada yang kita miliki dan ketahui. Sementara kalau kita kaitkan dengan konsep kosmologi, jagat raya ini sungguh tidak ada apa-apanya. Bulan mengelilingi bumi, bumi mengelilingi matahari, matahari bersama bintang-bintang lainnya juga beredar di galaksi Bima Sakti ini, dan milyaran galaksi juga beredar melebur menuju kehancurannya (black hole). Kita tidak tahu dari mana dan akan kemana nasib kita terbawa ratusan, ribuan, jutaan, bahkan milyaran tahun kemudian.
Karena itulah puisi di atas sebenarnya memiliki religousitas yang serius yaitu ketidaktahuan yang dalam. Karena itu bila ditanya apa makna puisi tersebut maka jawablah sebagaimana orang qiraah : Tidaaaaaaaaakkkkkk Tahuuuuuuuuu !!!!!!!!!!!!!!!!!!! Dalam bahasa Jawanya : Embuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
maaf segera diselesaikan ....
apa ada cara untuk menganalisa wacana di blog ini ??? menganalisa wacana secara keseluruhan ??
BalasHapusngentod
BalasHapusAnjg
HapusHalo gays Adit di sini
HapusMemek
HapusTerima kasih, tulisan Anda cukup bagus sebagai referensi.
BalasHapusKhontol
BalasHapusMemek
BalasHapusBangsattt
BalasHapusAstagfirullah, brother
BalasHapusBuat gini gw juga bisa khoontoul
BalasHapusManchester United 0-7 Liverpool
BalasHapus