Selamat Datang,

Blog ini berisi segala wacana yang berhubungan dengan bahasa dan sastra Indonesia. Di antaranya tentang wacana bahasa dan sastra Indonesia, bahan ajar, pusi, cerpen, penelitian, lomba menulis / mengarang, hingga tes kebahasaan.
Saya berharap ada kritik dan saran Anda yang dapat menyempurnakan blog ini.

Bagi adik-adik, silakan membaca atau mengkopi isi blog ini untuk keperluan tugas atau lainnya. Sesuai dengan etika ilmiah, silahkan kutip sumbernya yaitu dari blog ini.

Terima kasih atas kunjungan Anda.

Blogmaster



Puisi

Model Membaca Puisi Terbaik

13 November 2011

Pantun Masuk UNAS, Mengapa Sulit ? (3)

Ragam Pantun Berdasarkan Isinya
Menurut JS Badudu, berdasarkan isinya pantun dapat digolongkan menjadi : (a).pantun anak-anak, (b). pantun orang muda, (c). pantun orang tua, (d). pantun jenaka, dan (e). pantun teka-teki.
Sementara itu, dalam buku Pantun Melayu himpunan Balai Pustaka yang dicetak oleh Depdiknas secara lebih rinci pantun digolongkan menjadi :
a. pantun anak-anak, yang meliputi : pantun bersuka-cita dan pantun
    berduka cita 
b. pantun orang muda, meliputi : pantun dagang / pantun nasib, pantun
    muda dalam berkenalan, berkasih-kasihan, berceraian, dan beriba
    hari, serta pantun jenaka
c. pantun orang tua (Depdiknas, 2008)

1. Pantun Anak-anak
Pantun anak-anak selalu berkaitan dengan penggambaran dunia anak-anak, berisi penggambaran rasa senang (bersukacita) atau rasa sedih (berdukacita).


(a) Pantun Bersukacita 
Elok rupanya kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang 



Dibawa itik pulang petang
dapat di rumput bilang-bilang
Melihat ibu sudah datang
Hati cemas menjadi hilang 



Ramai orang bersorak-sorak
Menepuk gendang dengan rebana
Alangkah besar hati awak
Mendapat baju dan celana 



Dapat di rumput bilang-bilang
Menghisap bunga dengan mayang

Hati cemas menjadi hilang
Perut lapar menjadi kenyang 


Pisang mas dibawa berlayar
Masak sebiji di atas peti
Utang mas boleh dibayar
Utang budi dibawa mati


Anak beruk di tepi pantai
Masuk ke bendang memakan padi
Biar buruk kain dipakai
Asalkan pandai mengambil hati


Anak udang, udang juga
Bolehkah jadi anak tenggiri?
Anak orang, orang juga
Bolehkah jadi anak sendiri?


(b) Pantun Berdukacita 
Diatur dengan duri pandan
Gelombang besar membawanya
Melihat ayah pergi berjalan
Entah 'pabila kembalinya


Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tidakkan rusuh
Ibu mati bapa berjalan


Kayu jati bertimbal jalan
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapa berjalan
Ke mana untung diserahkan


Besar buahnya pisang batu
Jatuh melayang selaranya
Saya ini anak piatu
Sanak saudara tidak punya


Hiu beli belanak beli
Udang di Manggung beli pula
Adik benci kakak pun benci
Orang di kampung benci pula
Asam Jawa tumbuh di pagar
berbuah dalam musim penghujan
Kalau tidak menaruh sabar
Wallahualam bagian badan


Buah mangga di Tanah Sirah
masak sedikit bawakan bakul
Bapa saya sangat pemarah
Salah sedikit suka memukul


2. Pantun Remaja/Dewasa
Pantun dewasa/remaja berisi penggambaran yang berkaitan dengan kehidupan remaja. Umumnya tema cinta sangat mendominasi pantun remaja. Tidak berlebihan jika H.C.Klinkert menyebut pantun remaja sebagai minnezangen 'lagu cinta kasih'. Pantun dewasa/remaja dibagi menjadi pantun dagang/nasib, pantun muda (berkenalan, berkasih-kasihan, berpisah/bercerai, dan briba hati),serta pantun jenaka. Pantun muda (cinta kasih) digunakan untuk bersilat lidah/berbalas-balasan dalam memadu kasih.


(a) Pantun Dagang/Nasib
Dari Gresik ke Surabaya
Pagar siapa saya sasarkan
Wahai nasib apalah daya
Pada sapa saya sesalkan


Singkarak kotanya tinggi
Asam penuh dari seberang
Awan berarak ditangisi
Badan jauh dirantau orang


Orang Padang mandi ke gurun
Mandi berlimau bunga lada
Hari petang matahari turun
Dagang berurai air mata


Tidak salah bunga lembayung
Salahnya pandan menderita
Tidak salah bunda mengandung
Salahnya badan buruk pinta


Kalau begitu tarah papan
Ke barat juga kan’ condongnya
Kalau begini untung badan
Melarat juga kesudahannya


Orang teluk pergi menjala
Dapatlah ikan dua tiga
Alangkah buruk untung saya
Tidur bertilam air mata
Malang orang disangka batu
Tanjung Bemban tempatnya redup
Tidak orang seperti aku
Menanggung dendam seumur hidup


Bunga melati di jambang
Mari dipetik anak teruna
Berusak hati berkepanjangan
Akhirnya mati sakit merana


(b) Pantun Perkenalan 
Patahnya sayap kembang lelan
Patah ditimpa selarahnya
Payahnya mata memandang bulan
Bulan apabila datang jatuhnya?


Pohon beringin tengah negri
Buah beribu di tangkainya
Ingin bunga di sunting Nabi
bolehnya kami memetiknya?


Dari mana hendak kemana
Dari Jepang ke Bandar Cina
Kalau kami boleh bertanya
Bunga yang kembang siapa yang punya?


Mahal harganya kain batik
Dipakai selendang ke kuala
Jika bunga boleh dipetik
Dipersunting dijunjung di kepala


Bunga kamboja dalam rimba
Daunya habis di makan kuda
Biarlah kanda menjadi hamba
Jika ada balas adinda
Jika tiada karena bulan
Masakan bintang timur tinggi
Jika tiada karena tuan
Masakan abang datang kemari?


Jika tuan pergi ke jawa
Belikan kacang panjang empat
Jika berani membuang nyawa
Makanya boleh badan didapat


(c) Pantun Berkasih-kasihan 
Ikan belanak hilir menghilang
Burung dara membuat sarang
Makanya tak enak tidurnya tak tenang
Hanya teringat dinda seorang


Tinggi-tinggi si matahari
Anaknya kerbau mati terlambat
Sekian lama kami mencari
Sekarang kini baru didapat


Gajah menung di hutan Jawa
Beradu badan patah gadingnya
Emas perak timbangannya nyawa
Tuan seorang sukar bandingannya


Tinggi bukit jalan ke darat
Padam api pelita kapas
Kalau boleh digenggam erat
Hilangnya nyawa barukan lepas


Dari Bengkulu ke Semarang
Arus deras ke Mandalika
Dari dulu sampai sekarang
Hatiku tidak berdua tiga
Anak gadis membantiing kain
Kain pelekat dalam peti
Niat tidak pada yang lain
Tuan terikat dalam hati


Jika roboh kota Malaka
Papan di Jawa saya perikan
Jika sungguh bagai dikata
Badan dan nyawa saya berikan


Jika tuan pergi ke Jambi
Lipatlah kajan kemas-kemas
Jika tuan kasihkan kami
Carikan kihang betanduk emas


Dari timur tanam lengkuas
Tetak lontar alaskan padi
Seumur dunia dendam tak puas
Bertemu sebentar bagaikan mimpi


Buluh perindu atas gunung
Habis luruh batang padiku
Rindunya abang tidak tertanggung
Hanyut luluh rasahatiku


Burung pipit di dalam paya
Larinya sampai ke Bandar lama
Kepada niat di hati saya
Hendak mati bersama-sama


Hanyutlah sampai dari Jawa
Kunang-kunang hinggap di lada
Bagaikan hilang rasanya nyawa
Hati terkenang bagai adinda


(d) Pantun Perpisahan/Perceraian
Tergenang air di Parakan
Paman tani habis kerja
Terkenang adik ditinggalkan
Di mana lagi tempat bermanja


Berlayar berbelok-belok
Sauh dibongkar di tempat tenang
Yang tinggal hati tak elok
Yang pergi hati tak tenang


Pulau Tinggi terletak Cina
Tampaklah dari Pasir Sibu
Tuan pergi janganlah lama
Tidak kuasa menanggung rindu


Ambil benang di atas meja
Hanyut ketupat pagi-pagi
Kenang-kenang jahatnya saya
Jangan diumpat kakanda pergi


Merpati meniti batang
Batang melintang tengah jalan
Hati bimbang tidak terkira
Menantikan kakanda lambat datang


Tembaga buat akan gelang
Emas urai cincin permata
Kakanda berjalan berhati senang
Adinda berurai air mata


Awan beredar di gunung tinggi
Nyala pelita ditaruh minyak
Duduk di mana tuan kini
Hilang di mata di hati tidak


Ngilu gigiku makan jambu
Makan langsat sisa tupai
Ingin hatiku hendak bertemu
Lepas puasa barulah sampai


Kalau jadi pergi ke lading
Kain panjang cari dahulu
Kalau jadi pergi ke ladang
Induk semang dicari dulu
Masuk kampung ke luar kampung
Dalam kampong adalah kali
Masuk bingnung ke luar bingung
Ingatkan tuan si jantung hati


(e) Pantun Beriba hati
Anak orang di Tanjung Sani
Duduk bersandar di pedati
Tidak disangka akan begini
Pisau di kandung makan hati


Pinang muda di lambung kuda
Rama-rama di puncak kain
Tuan muda saya pun muda
Sama-sama mencari kain


Rumah sekolah di atas bukit
Bangsa Belanda mengajar Inggris
Gundahnya adinda bukan sedikit
Rasanya dada bagai diiris


Anak Bali berlomba perahu
Perahu jati buatan Eropa
Dalam hati Allah yang tahu
Sampai mati kakanda tak lupa


Telur burung di pintu kota
Burung nuri mati beranak
Jika kalau sungguh kasihan kita
Mengapa tuan berbini banyak


Kapal siapa saya layarkan
Buah keranji di ujung galah
Pada siapa saya sesalkan
Sudah janji karunia Allah


Bunga jangan diberi layu
Daun ampelas di tengah padang
Saya jangan diberi malu
Tidakkah belas tuan memandang?


Tenggelam batu timbul kelapa
Anak udang di pasar Mayang
Buanglah aku tidak mengapa
Banyak orang kasih dan saying


Apa guna pasang pelita
Jika tidak dengan sumbunya
Apa gunanya main mata
Jika tak dengan sesungguhnya


(e) Pantun Jenaka
Orang Jawa pergi ke Banda
Membeli ikan dengan rebung
Orang tua berbini muda
Bagai rasa menang menyabung


Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh di dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga


Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat


Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya


Di sini kosong di sana kosong
Tak ada batang tembakau
Bukan saya berkata bohong
Ada katak memikul kerbau


3 Pantun Orang Tua
Pantun orang tua pada umumnya berisi masalah pendidikan dan ajaran agama. Pantun orang tua dapat dibagi menjadi pantun nasihat, pantun adat, pantun agama, pantun budi, pantun kepahlawanan, pantun kias, dan pantun peribahasa. Pantun orang tua dipakai dalam pertemuan adat sebagai selingan penegas dalam berdialog atau berdebat. Selain itu, pantun orang tua juga digunakan sebagai kias atau ibarat ketika orang tua menasihati anak/cucu.


(a) Pantun Nasihat
Anak ayam turun Sembilan
Mati satu tinggal delapan
Suatu jangan ketinggalan
Itulah boleh jadi harapan


Anak ayam turunlah tiga
Mati satu tinggallah dua
Suatu jangan boleh terlupa
Supaya diri jangan kecewa


Masukkan buah dalam raga
Raga dibawa ke pasir karang
Jika perkataan tidak terhingga
Jadi boleh ditaksir orang


Padi segenggam ditumbuk luluh
Tidak boleh ditanak lagi
Kehendak Allah juga yang sungguh
Tidak boleh sekehendak hati


Beraki-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian


Anak gajah mandi di sumur
Ambil galah dalam perahu
Orang muda jangan takabur
Cobaan Allah siapa yang tahu

(b) Pantun Adat
Yang merah hanya saga
Yang lurik hanya kundi
Yang indah hanya bahasa
Yang baik hanya budi


Menanam kelapa di Pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah


Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka


Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang di buku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh


Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja

(c) Pantun Agama
Kemumu di dalam semak
Jatuh melayang selaranya
Meski ilmu setinggi tegak
Tidak sembahyang apa gunanya


Banyaklah hari antara hari
Tidak semulia hari Jumat
Banyak nabi antara nabi
Tidak semulia Nabi Muhammad


Baik berburu ke seberang
Ruda banyak di dalam rimba
Baik berguru kita sembahyang
Dosa banyak dalam dunia


Rusa banyak di dalam rimba
Kera pun banyak tengah berhimpun
Dosa banyak dalam dunia
Segeralah kita minta ampun


Delima tumbuh di atas batu
Jangan rusak karena rotan
Terima azab sudahlah tentu
Jangan syak karena setan


Bunga kenanga di atas kubur
Pucuk sari pandan Jawa
Apa guna sombong dan takabur
Rusak hati badan binasa

(d) Pantun Budi
Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristri cantik
Kalau tidak dengan budinya


Di antara padi dengan selasih
Yang mana satu tuan luruhkan
Di antara budi dengan kasih
Yang mana satu tuan turutkan


Bunga cina di atas batu
Daunnya lepas ke dalam ruang
Adat dunia memang begitu
Sebabnya emas budi terbuang

(e) Pantun Kepahlawanan
Redup bintang hari pun subuh
Subuh tiba bintang tak tampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak


Hang Jebat Hang Kesturi
Budak-budak raja Melaka
Jika hendak jangan dicuri
Mari kita bertentang mata


Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kami pun muda lagi perkasa

(f) Pantun Kias
Berburu ke padang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi


Disangka nanas di tengah padang
Rupanya urat jawi-jawi
Disangka panas hingga petang
Kiranya hujan tengah hari


Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah galanya
Asam di gunung ikan di laut
Dalam belanga bertemu juga

(g) Pantun Peribahasa
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian


Pohon papaya di dalam semak
Pohon manggis sebesar lengan
Kawan tertawa memang banyak
Kawan menangis diharap jangan


Kerat-kerat kayu di ladang
Hendak dibuat hulu cangkul
Betapa berat mata memandang
Berat lagi bahu memikul

(Riyadi, 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukan dan Komentar Anda

Cara Cepat Mencari Blog Ini>>>>>>>>>>> Ketikkan Wacana Bahasa pada Google