Selamat Datang,

Blog ini berisi segala wacana yang berhubungan dengan bahasa dan sastra Indonesia. Di antaranya tentang wacana bahasa dan sastra Indonesia, bahan ajar, pusi, cerpen, penelitian, lomba menulis / mengarang, hingga tes kebahasaan.
Saya berharap ada kritik dan saran Anda yang dapat menyempurnakan blog ini.

Bagi adik-adik, silakan membaca atau mengkopi isi blog ini untuk keperluan tugas atau lainnya. Sesuai dengan etika ilmiah, silahkan kutip sumbernya yaitu dari blog ini.

Terima kasih atas kunjungan Anda.

Blogmaster



Puisi

Model Membaca Puisi Terbaik

01 Juni 2012

Siswa Kawin-kawinan Masuk Media


Apa yang terjadi jika siswa kawin-kawinan masuk media? Jawabannya tergantung siapa sutradaranya, topiknya, dan media apa yang dipakai. Jika sutradaranya siswa sendiri dikhawatirkan topiknya hal-hal mesum, kemudian materinya diunggah ke internet.  Hasilnya memang menghebohkan. Namun demikian, siswa tersebut mungkin akan dikeluarkan dari sekolah dan melekat pada mereka sederet predikat negatif.
                Sementara itu, seandainya saya sutradaranya maka saya usahakan isinya edukatif, mengacu pada silabus-kurikulum, dan kemasannya dalam bentuk media pembelajaran berbasis TIK, maka hasilnya akan lebih baik dan bermakna. Hal ini telah terbukti pada media presentasi pembelajaan saya “Mudahnya Melaksanakan Nikah” (Edisi 2008). Justru media ini mendapat apresiasi yang luar biasa karena keunikannya dan memenangi Juara 1 Tingkat Nasional pada Lomba Pembuatan Media Pembelajaran Berbasis TIK Kementerian Agama, tahun 2008.
                Bermula dari pengumuman lomba tersebut di website Kemenag, akhirnya saya memutuskan untuk kembali mengikuti tantangan lomba. Segera saya berkolaborasi dengan para guru Fiqih dengan harapan bisa menang kembali. Akhirnya, kami memutuskan untuk mengangkat topik bahasan Nikah yang ada dalam silabus Madrasah Aliyah. Mengapa? Alasan yang paling mendasar adalah ketiadaan media di pasaran. Di sisi lain, para siswa perlu mengetahui secara jelas tatacara penyelenggaraan nikah. Yang terjadi saat akah nikah di masyarakat umumnya yang menyaksikan adalah para kerabat, khususnya sesepuh pihak pengantin putra maupun putri. Para siswa / remaja biasanya hanya ‘nguping’ di belakang dan tidak bisa menyaksikan langsung prosesi tersebut. Padahal justru merekalah yang akan mengalami prosesi itu dalam waktu relatif dekat.


                Selanjutnya saya kembali bertindak sebagai sutradara dengan melakukan ‘casting’ (pemilihan peran) kepada para siswa yang akan saya jadikan calon pengantin putra maupun putri, serta para bapak-ibu guru sebagai wali, modin, penghulu, dan lain-lain. Pengantin sengaja saya carikan yang paling ganteng dan paling cantik. Sementara itu, bapak-ibu guru bidang studi agama langsung berperan sebagai pemeran di atas.
                Agar perfect saya menggunakan lokasi di aula nikah Kantor Urusan Agama (KUA) Kabupaten Sidoarjo yang biasanya dipakai untuk prosesi akad nikah. Ternyata kami diijinkan. Kami juga mendapat bimbingan dan arahan dari para staf KUA tentang tatacara akad nikah yang benar. Akhirnya pengambilan gambar kami lakukan ditempat tersebut hingga selesai.
                Proses berikutnya adalah penyusunan paparan materi yang harus disampaikan dalam media. Dalam hal ini saya selalu berkonsultasi dengan guru-guru agama, khususnya Fiqih. Proses pengisian suara tambahan melalui ‘dubbing’ juga berjalan lancar. Saat editing dan finishing multimedia, kami tidak menghadapi kesulitan yang cukup berarti karena sudah memiliki pengalaman sebelumnya dalam membuat projek media presentasi pembelajaran.
                Saat proses penjurian oleh seorang profesor pendidikan dan dua doktor bidang multimedia dan pembelajaran, media kami diberikan apresiasi terbaik (Juara 1). Ternyata menciptakan yang baru dari yang belum pernah ada, paduan serasi antara teks, gambar, suara, music, serta keunikan media memiliki nilai tambah dibandingkan dengan karya-karya peserta lomba lainnya yang sama-sama memiliki keunggulan.
                Karena keunggulan media dengan topik inilah kemudian media pembelajaran ini diminta Kantor Kementerian Agama untuk dijadikan media “suscatin” (kursus calon pengantin) bagi pasangan calon pengantin yang akan menikah. Jadi, mereka yang mau menikah harus melihat media ini dulu.
Akhirnya saya berkesimpulan bahwa kreativitas lah yang harus dimaksimalkan dalam merancang media yang bermakna. Kita bisa membuat media dengan topic apa pun namun harus mengacu pada nilai pendidikan dan kualitas estetika media.
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukan dan Komentar Anda

Cara Cepat Mencari Blog Ini>>>>>>>>>>> Ketikkan Wacana Bahasa pada Google