Sebagai guru bahasa Indonesia beberapa puluh tahun ini terlihat ada perbedaan mendasar pada pembelajaran bahasa Indonesia. Perbedaan tersebut tidak hanya bertolak dari paradigmanya saja, melainkan juga perangkat kurikulum, kompetensi, metode pembelajaran, dan buku-buku pelajarannya. Perbedaan itu dapat diklasifikasikan yaitu Pembelajaran Sebelum Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Pembelajaran Saat KBK dan KTSP,
Sebelum menggunakan Kurikulum KBK dan KTSP, kita menerapkan Kurikulum 1968, 1975, 1984/1989, dan 1994/1999. Banyak kritik terhadap implementasi kurikulum ini, khususnya dalam hubungannya dengan arah pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi umumnya pemunculan kurikulum baru pastilah akan memberikan kritik kesalahan dan anomali kurikulum sebelumnya.
Di antaranya :
Dalam Kurukulum 2006 (KTSP) Pembelajaran bahasa Indonesia saat ini dititikberatkan pada kompetensi berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) baik pada aspek kebahasaan maupun kesastraan. Konsekwensinya silabus, perangkat penunjangnya, metode pembelajaran hingga evaluasinya harus selaras.
Pada dasarnya Kurikulum KTSP (termasuk KBK yang sudah berlalu) merupakan terapi sekaligus revisi terhadap kurikulum sebelumnya. Permasalahannya, dalam kurikulum KTSP (termasuk KBK) terjadi tumpang tindih antara kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia dengan kompetensi matapelajaran lainnya. Apabila bertujuan agar terampil berkomunikasi (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis); kompetensi ini dipraktikkan juga oleh pembelajaran lainnya, seperti Sosiologi, PPKn, dan lain-lain.
Sementara itu, esensi pembelajaran bahasa Indonesi agar siswa mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar kurang diperhatikan. Hal ini terbukti tidak adanya muatan yang jelas terhadap materi tatabahasa (struktur) dalam Silabus Kurikulum KTSP. Akibatnya banyak buku pembelajaran bahasa Indonesia yang tidak membahasnya. Kalaupun ada pembahasannya tampak ragu-ragu. Para guru di kelas juga gamang dalam menyampaikannya. Jangan-jangan apa yang disampaikannya akan mubazir karena tidak ada dalam silabus. Akhirnya para siswa terampil berbahasa namun kurang memperhatikan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tatabahasa Masih Perlu?
Para penggagas Kurikulum KTSP dan Silabusnya, jelas orang-orang yang telah ahli di bidangnya. Profesionalisme mereka tidak perlu diragukan. Namun, sebagaimana sebuah paradigma umumnya akan terjadi penyimpangan dan anomali dalam perjalanan implementasinya apabila paradigma tersebut memang tidak sempurna. Karena itu kritik dan revisi perbaikan harus tetap dibuka.
Arah pembelajaran bahasa Indonesia menuju penguasaan empat ketrampilan bahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) memang tepat sekali. Namun demikian, melupakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbahasa jelas merupakan langkah mundur, karena pada dasarnya bahasa juga merupakan seperangkat kaidah yang harus diterapkan.
Jadi, perlu muatan yang jelas materi tatabahasa (struktur) dalam silabus bahasa Indonesia. Ketidakjelasannya sekali lagi membuat para guru gamang dalam melangkah. Di sisi lain segera mengubah kurikulum jelas merupakan tindakan gegabah. Banyak dana yang akan dikeluarkan untuk kegiatan besar ini. Karena itu perlu ada pemikiran dan penelitian mendalam tentang hal ini.
Kiranya hal ini perlu menjadi perhatian para pakar bahasa Indonesia, pengamat pendidikan, dan para guru sebagai praktisi di lapangan.
Sebelum menggunakan Kurikulum KBK dan KTSP, kita menerapkan Kurikulum 1968, 1975, 1984/1989, dan 1994/1999. Banyak kritik terhadap implementasi kurikulum ini, khususnya dalam hubungannya dengan arah pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi umumnya pemunculan kurikulum baru pastilah akan memberikan kritik kesalahan dan anomali kurikulum sebelumnya.
Di antaranya :
- pembelajaran lebih menitikberatkan pada penguasaan materi pembelajaran dibandingkandengan kompetensi (ketrampilan kebahasaan),
- pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered),
- kurikulum merupakan produk top-down,
- muatan (scope and sequence) kurikulum terlalu banyak dan berat,
- guru lebih mengejar terpenuhinya target kurikulum (GBPP) daripada kompetensi siswa,
- materi evaluasi siswa lebih menekankan pada penguasaan pengetahuan daripada aplikasinya.
- pembelajaran diarahkan pada kompetensi siswa (ketrampilan kebahasaan),
- pembelajaran berpusat pada siswa (student centered),
- kurikulum merupakan produk bottom-up, bahkan setiap sekolah (satuan pendidikan) diberikan kesempatan membuat kurikulumnya sendiri,
- muatan (scope and sequence) kurikulum lebih sedikit dan disederhanakan,
- guru dapat menerapkan berbagai metode / pendekatan pembelajaran agar menarik dan menyenangkan serta tercapai kompetensi siswa,
- materi evaluasi siswa lebih menekankan pada penguasaan ketrampilan kebahasaan (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis)
Dalam Kurukulum 2006 (KTSP) Pembelajaran bahasa Indonesia saat ini dititikberatkan pada kompetensi berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) baik pada aspek kebahasaan maupun kesastraan. Konsekwensinya silabus, perangkat penunjangnya, metode pembelajaran hingga evaluasinya harus selaras.
Pada dasarnya Kurikulum KTSP (termasuk KBK yang sudah berlalu) merupakan terapi sekaligus revisi terhadap kurikulum sebelumnya. Permasalahannya, dalam kurikulum KTSP (termasuk KBK) terjadi tumpang tindih antara kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia dengan kompetensi matapelajaran lainnya. Apabila bertujuan agar terampil berkomunikasi (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis); kompetensi ini dipraktikkan juga oleh pembelajaran lainnya, seperti Sosiologi, PPKn, dan lain-lain.
Sementara itu, esensi pembelajaran bahasa Indonesi agar siswa mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar kurang diperhatikan. Hal ini terbukti tidak adanya muatan yang jelas terhadap materi tatabahasa (struktur) dalam Silabus Kurikulum KTSP. Akibatnya banyak buku pembelajaran bahasa Indonesia yang tidak membahasnya. Kalaupun ada pembahasannya tampak ragu-ragu. Para guru di kelas juga gamang dalam menyampaikannya. Jangan-jangan apa yang disampaikannya akan mubazir karena tidak ada dalam silabus. Akhirnya para siswa terampil berbahasa namun kurang memperhatikan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tatabahasa Masih Perlu?
Para penggagas Kurikulum KTSP dan Silabusnya, jelas orang-orang yang telah ahli di bidangnya. Profesionalisme mereka tidak perlu diragukan. Namun, sebagaimana sebuah paradigma umumnya akan terjadi penyimpangan dan anomali dalam perjalanan implementasinya apabila paradigma tersebut memang tidak sempurna. Karena itu kritik dan revisi perbaikan harus tetap dibuka.
Arah pembelajaran bahasa Indonesia menuju penguasaan empat ketrampilan bahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) memang tepat sekali. Namun demikian, melupakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbahasa jelas merupakan langkah mundur, karena pada dasarnya bahasa juga merupakan seperangkat kaidah yang harus diterapkan.
Jadi, perlu muatan yang jelas materi tatabahasa (struktur) dalam silabus bahasa Indonesia. Ketidakjelasannya sekali lagi membuat para guru gamang dalam melangkah. Di sisi lain segera mengubah kurikulum jelas merupakan tindakan gegabah. Banyak dana yang akan dikeluarkan untuk kegiatan besar ini. Karena itu perlu ada pemikiran dan penelitian mendalam tentang hal ini.
Kiranya hal ini perlu menjadi perhatian para pakar bahasa Indonesia, pengamat pendidikan, dan para guru sebagai praktisi di lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan dan Komentar Anda